WHAT'S NEW?
Loading...
Showing posts with label Sholat. Show all posts
Showing posts with label Sholat. Show all posts


Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 


Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT

Qadha shalat diwajibkan bagi siapapun yang meninggalkan shalat, baik sengaja maupun tidak. Untuk orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, diwajibkan mengqadha shalat secepat mungkin (faur). Bahkan ia diharuskan mengerjakan shalat qadha terlebih dahulu, sebelum mengerjakan shalat wajib lainnya atau shalat sunah.

Misalnya, ketika ada yang secara sengaja meninggalkan shalat dzuhur dan waktunya sudah habis, ia diwajibkan untuk mengqadhanya sebelum menunaikan shalat ashar. Beda halnya dengan orang yang lupa atau ketiduran, mereka dianjurkan untuk menyegerakan (wa yubadiru bihi nadban), dan tidak diwajibkan sebagaimana halnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja.

Kewajiban qadha ini mengukuhkan bahwa bagaimanapun dan dalam kondisi apapun shalat wajib tidak boleh ditinggalkan, kecuali bagi perempuan haidh.

Lalu bagaimana dengan orang yang sudah meninggal? Apakah ahli waris atau keluarganya dianjurkan untuk mengqadha shalat orang yang sudah wafat? Persoalan ini sudah dibahas dan diperdebatkan oleh para ulama sejak dulu. Dalam Fathul Mu’in, Zainuddin Al-Malibari mengatakan:

من مات وعليه صلاة فرض لم تقض ولم تفد عنه، وفي قول: إنها تفعل عنه، أوصى بها أم لا، حكاه العبادي عن الشافعي لخبر فيه، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه

Artinya, “Orang yang sudah meninggal dan memiliki tanggungan shalat wajib tidak diwajibkan qadha dan tidak pula bayar fidyah. Menurut satu pendapat, dianjurkan qadha’, baik diwasiatkan maupun tidak, sebagaimana yang dikisahkan Al-‘Abadi dari As-Syafi’i karena ada hadis mengenai persoalan ini. Bahkan, As-Subki melakukan (qadha shalat) untuk sebagian sanak-familinya.”

Memang tidak terdapat hadits yang secara tegas menunjukkan kebolehan qadha shalat. Ulama yang membolehkan hal ini berdalil pada hadis kewajiban qadha puasa bagi ahli waris. ‘Aisyah pernah mendengar Rasulullah bahwa:

من مات وعليه صيام صام عنه وليه

Artinya, “Siapa yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa, wajib bagi keluarganya untuk mengqadhanya,” (HR Al-Bukhari).

Anjuran mengqadha puasa ini disematkan pada shalat, karena keduanya sama-sama ibadah badaniyah (ibadah fisik). Dalam Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi juga menguraikan perdebatan ulama terkait hal ini. Persoalannya, apakah ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, pahalanya sampai kepada orang yang meninggal atau tidak? An-Nawawi menjelaskan:

ذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إلى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفي صحيح البخاري في باب من مات وعليه نذر أن ابن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلي عنها


Artinya, “Sekelompok ulama berpendapat bahwa pahala seluruh ibadah (yang dihadiahkan kepada orang yang meninggal) sampai kepada mereka, baik ibadah shalat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Dalam shahih al-Bukhari, bab orang yang meninggal dan masih memiliki kewajiban nadzar, Ibnu Umar memerintahkan kepada orang yang meninggal ibunya dan memiliki tanggungan shalat untuk mengerjakan shalat untuk ibunya.”

Demikianlah pendapat ulama terkait kebolehan mengqadha shalat untuk orang yang sudah wafat. Selain pendapat, sebagian ulama besar seperti As-Subki juga melakukan untuk keluarganya yang telah wafat. Bagi siapa yang tidak setuju dengan pendapat di atas, alangkah baiknya untuk tidak menyalahkan orang yang mengqadha’ shalat untuk keluarganya yang telah wafat. Sebab persoalan ini masih diperdebatkan dan diperselisihkan oleh para ulama (khilafiyah). Wallahu a’lam.

SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.

Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

 Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT Pada kesempatan 116 kita akan belajar tentang sholat jum'at,kita selalu melakukannya tapi sudah benarkah sholat yang kita kerjakan.Untuk itu mari kita belajar lagi yuk,untuk yang sudah tahu mari diperdalam,untuk yang belum tahu mari kita belajar untuk tahu.


Pengertian Sholat Jumat


Sholat Jumat adalah sholat 2 rokaat yang dilakukan di hari Jumat secara berjamaah setelah khutbah Jumat setelah masuk waktu Dhuhur.

Untuk dapat melakukan sholat Jum’at berjamaah, jumlah yang hadir harus minimal 40 orang dan dilakukan di masjid yang dapat menampung banyak jamaah.


Hukum Sholat Jumat
Hukum sholat jumat bagi laki-laki adalah wajib. Hal ini berdasarkan dalil sholat Jumat yang diambil dari Al Qur’an, As-Sunnah dan ijma atau kesepakatan para ulama. Dalilnya adalah surat Al Jumu’ah ayat 9 yang berbunyi,

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli."


Sedangkan hadist Nabi yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat Jumat adalah dari hadist Thariq bin Syihab yang bunyinya,


"Jumatan adalah hak yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat (golongan), yakni budak sahaya, wanita, anak kecil atau orang yang sakit." (HR. Abu Dawud)


Jadi, hukum shalat Jum’at bagi laki-laki adalah fardhu ‘ain, yakni wajib dilakukan bagi setiap laki-laki. Sedangkan bagi wanita tidak diwajibkan, namun tetap harus melaksanakan sholat Dhuhur.


Yang Diwajibkan Sholat Jumat

Hal-hal yang perlu diketahui tentang siapakah yang diwajibkan untuk melakukan sholat Jumat, berikut penjelasannya.

Muslim yang sudah baligh dan berakal. Meski anak laki-laki yang belum baligh belum mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan sholat Jumat namun hendaknya anak laki-laki yang sudah mumayyiz (berumur sekitar 7 tahun ) maka orang tua atau walinya diminta untuk memerintahkan anak tersebut menghadiri sholat Jumat.
Laki-laki. Tidak ada kewajiban melakukan sholat Jumat bagi perempuan. Maka hukum sholat Jumat bagi wanita adalah mubah.
Orang yang merdeka, bukan budak sahaya. Pada poin ini, terdapat perbedaan pendapat antar ulama, karena berdasarkan hadist, hamba sahaya atau budak tidak wajib melakukan sholat Jumat. Dasar pemikirannya adalah karena tuannya sangat memerlukan tenaganya sehingga sang hamba sahaya tidak dapat leluasa melakukan sholat Jumat.

Namun sebagian ulama menyatakan, bila majikannya mengizinkan dirinya untuk melakukan sholat Jumat maka sang hamba sahaya wajib menghadiri sholat Jumat tersebut karena tidak ada lagi uzur yang menghalangi. Pendapat ini dikuatkan oleh as-Syaikh Muhammad bin Shalih as-‘Utsaimin (Asy-SyarhulMumti’ 5/9).
Orang yang menetap dan bukan musafir ( orang yang sedang bepergian ). Dasar pemikirannya adalah ketika Rasulullah SAW dahulu melakukan safar atau bepergian, beliau tidak melakukan sholat Jumat dalam safarnya. Pun ketika Nabi SAW menunaikan haji wada’ di Padang Arafah ( wukuf ) pada hari Jumat beliau menjama’ sholat dhuhur dan ashar dan tidak melakukan shalat Jumat.
Orang yang tidak memiliki halangan atau uzur yang dapat mencegahnya menghadiri shalat Jumat. Apabila orang tersebut memiliki halangan, maka dia hanya wajib melakukan sholat dhuhur saja. Diantara orang yang memiliki uzur dan diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab keamanan dan kemaslahatan umat, diantaranya adalah petugas keamanan, dokter dan sebagainya.
Orang sakit yang membuatnya tidak mampu menghadiri shalat Jumat dan akan menemui kesulitan untuk melaksanakan bukan sekedar perkiraan, seperti terkena diare misalnya, maka diperbolehkan tidak melakukan shalat Jumat.

Maka bagi yang diwajibkan sholat Jumat sebagaimana di atas namun tidak mengerjakan dengan uzur syar’i, hukum meninggalkan sholat Jumat adalah haram.

"Barang siapa yang meninggalkan shalat jum’at 3 (tiga) kali tanpa sebab maka Allah akan mengunci mata hatinya." (H.R. Malik)

Hadist lain pun menyebutkan

"Barang siapa yang tidak mengerjakan Shalat Jum’at tiga kali karena meremehkannya maka Allah akan mengunci mata hatinya." (H.R. At Tirmidzi)


Keutamaan Sholat Jumat dan Sejarah Sholat Jumat

Keutamaan hari Jumat dalam Islam adalah hari Jumat merupakan penghulunya hari (sayyidul ayyam). Hari Jum’at pun oleh umat beragama Islam dianggap sebagai hari istimewa, hal ini karena Nabi Adam As diciptakan pada hari Jum’at serta dimasukkannya beliau ke dalam surga.

Selain itu, pada hari Jum’at juga hari saat nabi Adam dikeluarkan dari surga menuju bumi, serta terjadinya kiamat yang juga akan terjadi di hari Jum’at sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadist. Dari Aus bin ‘Aus, Rasulullah bersabda,

Sesungguhnya diantara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan dan pada hari itu pula Adam diwafatkan, di hari itu tiupan sangkakala pertama dilaksanakan, di hari itu pula tiupan kedua dilakukan”. (HR. Abu Daud, An Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).

Pada hari Jum’at juga diyakini sebagai waktu yang mustajab untuk berdoa dan dosa-dosa diampuni hingga hari Jum’at berikutnya bila kita bertaubat dan memperbanyak membaca istighfar. Sehingga hikmah sholat Jumat sangat besar sekali.


Sunnah Jumat (Hal-hal yang dilakukan di hari Jumat)


Setelah mengetahui bahwa shalat Jumat hukumnya wajib bagi laki-laki serta memahami keutamaan sholat Jumat selain sebagai penambah pahala juga sebagai penghapus dosa, maka yang kemudian harus diketahui adalah hal-hal yang disunnahkan oleh Nabi sebelum dan sesudah melakukan shalat Jumat di masjid.

Sunnah-sunnah Sebelum Sholat Jumat


  • Mandi 
  • Memotong kuku dan mencukur kumis
  • Memakai pakaian yang rapi dan bersih ( lebih diutamakan berwarna putih )
  • Memakai wangi-wangian. Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dan memakai pakaian yang terbaik yang dimiliki, memakai harum-haruman jika ada, kemudian pergi melaksanakan shalat Jumat dan di sana tidak melangkahi bahu manusia lalu mengerjakan shalat Sunnah, kemudian imam datang dan ia diam sampai selesai shalat jumat maka perbuatannya itu akan menghapuskan dosa antara jumat itu dan jumat sebelumnya
  • Berdoa ketika keluar rumah
  • Segera menuju masjid dengan berjalan kaki perlahan-lahan dan tidak banyak bicara.
  • Ketika masuk ke masjid melangkah dengan kaki kanan dan membaca doa.
  • Melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid. 
  • I’tikaf sambil membaca Al Qur’an, berdzikir atau bersholawat ketika khatib belum naik ke mimbar, namun bila khatib telah naik ke mimbar hendaknya para jamaah menghentikan dzikir atau bacaan Al Qur’an dan mendengarkan khotbah jumat.

Sunnah-sunnah Setelah Sholat Jumat


Setelah shalat Jumat, jamaah disunnahkan membaca dzikir dan mengerjakan shalat sunnah ba’diyah Jumat baik saat di masjid atau ketika telah berada di rumah.

Menurut riwayat, Nabi Muhammad SAW mengerjakan shalat sesudah shalat jumat dua rakaat di rumahnya. (HR. Al Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah)

Di hari Jumat kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat atas Nabi SAW. Dari Abu Umamah , Rasulullah SAW bersabda,

"Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jumat. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku setiap Jumat. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti”. (HR. Baihaqi).



Kebiasaan Nabi yang lain pada setiap hari Jumat adalah membaca surat Al Kahfi, rentang waktunya dimulai sejak terbenamnya matahari di hari Kamis hingga terbenamnya matahari di hari Jumat.

Rasulullah bersabda,

Barangsiapa membaca surat al Kahfi pada hari Jumat, akan bersinar baginya cahaya antara dirinya dan Baitul Haram”. (HR. Baihaqi).

Datang ke masjid lebih awal juga merupakan perbuatan yang utama bagi laki-laki yang akan menunaikan shalat jamaah Jumat. Sebagaimana sebuah hadist yang menyebutkan, dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda,


Pada hari Jumat di setiap pintu masjid ada beberapa malaikat yang mencatat satu persatu orang yang hadir sholat jumat sesuai dengan kualitas kedudukannya. Apabila imam datang atau telah naik mimbar, maka para malaikat itu menutup lembaran catatan tersebut lalu mereka bersiap-siap mendengarkan khotbah sholat Jumat. Orang yang datang lebih awal diumpamakan seperti orang yang berqurban seekor unta gemuk, orang yang datang berikutnya seperti yang berqurban sapi dan orang yang datang berikutnya seperti orang yang berqurban kambing. Yang datang selanjutnya seperti orang yang bersedekah seekor ayam dan berikutnya yang terakhir seperti orang yang bersedekah dengan sebutir telur. (HR. Bukhori).

Bacaan Doa Sholat Jumat (Niat Shalat Jumat)


Adapun pelaksanaan sholat jum’at sama seperti sholat lainnya. Di mulai dengan membaca niat sholat Jum’at seperti dibawah ini:


Artinya: "Aku niat shalat fardhu jumat 2 rakaat menghadap kiblat mengikuti imam karena Allah ta'ala."

Catatan penting: Jika menjadi IMAM maka kata MA'MUUMAN di ganti menjadi IMAAMAN.

Setelah membaca niat shalat Jum’at tersebut, maka Anda dapat melanjutkan dengan bacaan Takbirotul Ikhram dan Membaca Surat Iftitah, dilanjutkan dengan membaca Surat Al Fatihah seperti pada saat melaksanakan sholat seperti biasa.

Setelah Anda membaca Surat Al Fatihah lanjutkan membaca surat-surat dalam Al-Qur’an dan disunnahkan membaca surat yang agak panjang ayatnya. Kemudian setelah itu laksanakan ruku, itidal, sujud, duduk di antara sujud, sujud kedua dan kembali berdiri untuk raka’at kedua sampai tasyahud akhir hingga salam.

Setelah melaksanakan sholat Jum’at maka duduklah dengan khusyu sambai berdzikir kepada Allah SWT. Perbanyaklah membaca dzikir seperti istighfar, shalawat Nabi Muhammad Saw, tahmid, dan tasmih yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dan berdoa sebagaimana seperti setelah menunaikan shalat-shalat seperti biasa.


Cara-cara Sholat Jumat dan Rukun Sholat Jumat

Cara sholat Jumat, rukun sholat Jumat, dan rakaat sholat Jumat adalah seperti sholat sunnah 2 rokaat. Perbedaannya adalah di niat seperti yang sudah ditulis di atas dan sebelum memulai shalat, kita mendengarkan dua khotbah yang dilakukan oleh Khatib setelah adzan sholat Jum’at.

Demikianlah, beberapa hal yang wajib diketahui oleh laki-laki para jamaah shalat Jumat dan juga para perempuan agar dapat mengingatkan ayah atau suami atau teman sekerjanya tentang kewajiban, keutamaan sholat Jumat, dan amalan-amalan penting yang sebaiknya dikerjakan menjelang dan setelah shalat Jumat. Semoga Allah memberkahi kita semua. Aamiin.

SEMOGA BERMANFA'AT

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!




WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.


Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

 Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT Pada kesempatan 115 kita akan belajar tentang sholat musyafir (dalam perjalanan jauh) yang diberi kemudahan dalam pelaksanaanya oleh ALLOH SWT,berikut ringkasan mengenai tatacaranya.





Shalat Musafir
Rukhshah (izin): ialah hukum yang merobah dari kesulitan menjadi kemudahan.

Musafir: ialah seorang Muslim yang keluar dari negerinya ke negeri lain dengan maksud mengerjakan sesuatu yang dibolehkan dalam agama seperti bermusafir karena menuntut ilmu, melaksanakan tugas agama seperti menunaikan Ibadat Haji, menziarahi keluarga atau mencari rezeki yang halal untuk memenuhi keperluan keluarganya dan negeri yang dituju harus lebih dari jarak yang telah ditentukan oleh agama. Maka pada saat itu dibolehkan baginya meng-gashar (mengurangi) shalatnya.

Allah berfirman


وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوّاً مُّبِيناً – النساء ﴿١٠١﴾
”Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” an-Nisa’ 101.


عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَ ، قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ: { لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ، إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا } فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ، فَقَالَ: عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ، فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ، فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ (رواه مسلم)
Dari Y’ala bin Umayyah ra bahwasanya ia bertanya kepada Umar bin Khathab ra tentang ayat ini seraya berkata: “Jika kamu takut diserang orang-orang kafir, padahal manusia telah aman”. Umar ra menjawab: “Aku sempat heran seperti keherananmu itu lalu akupun bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal itu dan beliau menjawab: (Qashar itu) adalah sedekah dari Allah kepadamu, maka terimalah sedekah Allah tersebut.’” (HR. Muslim).

Rukhshah (izin) Orang Musafir
Diizinkan bagi orang musafir untuk mengurangi (qashar) shalat-shalat wajib dari empat raka’at mejadi dua raka’at yaitu shalat Dhuhur, shalat Ashar dan shalat Isya’
Diizinkan taqdim (mendahulukan) shalat yaitu taqdim shalat Ashar diwaktu Dhuhur dan taqdim shalat Isya’ diwaktu Maghrib
Diizinkan takhir (menunda) shalat yaitu menunda (takhir) sholat Dhuhur diwaktu Ashar dan menunda (takhir) sholat Maghrib diwaktu Isya’
Diizinkan baginya tidak melakukan shalat Jum’at atau tidak wajib baginya sholat Jum’at jika ia keluar dari negerinya sebelum sholat fajar di hari Jum’at dan harus menggantikannya dengan shalat Dhuhur dua raka’at (diqasarkan).
Diizinkan baginya untuk berbuka puasa dibulan Ramadhan yaitu bagi musafir diizinkan baginya untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan wajib baginya meng-qadha (membayar) puasanya pada bulan-bulan yang lain tanpa membayar fidyah.



Kapan Mulai dan Selesai Shalat Musafir
Permualaan shalat musafir dimulai dari jika ia keluar sebagai musafir dan sudah melewati perbatasan negerinya.
Selesainya shalat musafir dimulai dari jika ia kembali dari perjalananya dan sudah memasuki perbatasan negerinya

Semua ini dilakukan dengan niat beriqamah (menetap) selama 4 hari 4 malam bagi yang mempunyai keperluan biasa tidak termasuk hari masuk dan hari keluarnya musafir. Bagi yang menunggu suatu penyelesaian, yaitu jika musafir tinggal di sebuah daerah untuk menunggu selesainya urusan yang diperkirakan (selesai) sebelum empat hari (namun ternyata perkiraan itu meleset dan ternyata lebih dari empat hari) maka pendapat yang shahih menurut madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i adalah boleh mengqashar shalatnya sampai delapan belas hari.


عَنْ عِمْرَان بْنِ حُصَيْن رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَ قَالَ : غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَهِدْتُ مَعَهُ الْفَتْحَ ، فَأَقَامَ بِمَكَّةَ ثَمَانِي عَشْرَةَ لَيْلَةً لَا يُصَلِّي إِلَّا رَكْعَتَيْنِ ، وَيَقُولُ : يَا أَهْلَ الْبَلَدِ صَلُّوا أَرْبَعًا فَإِنَّا قَوْمٌ سَفْرٌ (رواه أبو داود و البيهقي وحسنه الترمذي)
Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Imran bin al-Hushain ra ia berkata ”Kami berperang bersama Rasulallah saw dan menyaksikan fathu Makkah (penaklukan kota Makkah) dan kami duduk di Makkah 18 hari, kami tidak shalat keculai dua raka’at (diqashar). Rasulallah saw bersabda ”Wahai penduduk Makkah beshalatlah kalian 4 raka’at sesungguhnya kami orang orang yang bermusafir”. (HR Abu Dawud dan Al-Baihaqi, dan At-Tirmidzi mejadikan hadits ini hasan)

Syarat mengurangi (meng-qashar) shalat

1- Negeri yang dituju harus ditentukan. Hal ini agar bisa diketahui apakah boleh mengqashar shalatnya atau tidak.

2- Maksud perjalanannya harus mubah bukan untuk bermaksiat, karena rukhshah (izin) untuk mengqashar shalat dibolehkan bagi musafir yang bukan bertujuan untuk maksiat.

Allah berfirman


فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ – المائدة ﴿٣﴾


”Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” al-Maidah,3

3- Negeri yang dituju harus lebih dari jarak yang telah ditentukan oleh agama. Ada perselisihan jarak menurut jumhur ulama. Menurut imam Syafie Jarak negeri yang dituju harus 4 barid (80.64 Km), yakni harus lebih dari 80.64 km.

عن ابْنَ عُمَرَ وَابْنَ عَبَّاسٍ كَانَا يَقْصُرَانِ وَيُفْطِرَانِ فِي أَرْبَعَةِ بُرُدٍ فَمَا فَوْقَهَا (البيهقي بإسناد صحيح)

Sesuai dengan riwayat bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra bershalat dua raka’at dan tidak berpuasa dalam bepergian lebih dari 4 barid” (HR Baihaqi dengan isnad shahih).

عَنْ عَطَاءٍ , قَالَ : سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ , فَقُلْتُ : أَقْصُرُ الصَّلاةَ إِلَى عَرَفَةَ ؟ قَالَ: لاَ، قُلْتُ: إِلَى مِنًى ؟ قَالَ: لاَ، , وَلَكِنْ إِلَى جُدَّةَ وَإِلَى عَسْفَان وَإِلَى الطَّائِفِ (الشافعي و البيهقي بإسناد صحيح)


Begitu pula menurut riwayat Atha’, dia bertanya kepada Ibnu Abbas ”Apakah aku menqashar shalatku jika aku bepergian ke Arafah?” ia menjawab ”Tidak”. Kemudian Atha’ bertanya ”Kalau ke Mina?”, ia menjawab ”Tidak. Tapi ke jeddah, ke Asfan dan ke Taif (boleh mengqashar)” (HR As-Syafie dan al-Baihaqi dengan sanad yang shahih).

Dari hadist ini kita bisa mengambil istimbath bahwa jarak antara Makkah ke Thaif atau ke jeddah atau ke Asfan adalah 4 barid (lebih dari 80.64 km) .

4- Shalat yang diqashar (dikurangi) harus shalat shalat yang bilangan raka’atnya empat raka’at yaitu shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’, sesuai dengan ijma ulama

5- Harus melakukan niat mengurangi (mengqashar) shalatnya sewaktu takbiratul ihram, karena asal shalat yang diqashar adalah empat raka’at, maka jika ingin diqashar menjadi dua raka’at harus diniati sebelum takbiratul ihram.

6- Tidak boleh bermakmum dibelakang orang yang shalatnya sempurna

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَما سُئِلَ : مَا بَالُ الْمُسَافِرِ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ إذَا انْفَرَدَ وَأَرْبَعًا إذَا ائْتَمَّ بِمُقِيمٍ ؟ فَقَالَ تِلْكَ السُّنَّةُ (رواه مسلم)


Dari Ibnu Abbas ra, ia ditanya: kenapa musafir bershalat dua raka’at jika sendiri dan empat raka’at jika berma’mum kepada yang bermukim? Ia menjawab ”itu adalah sunnah” (HR Muslim). Yang dimaksud dengan sunnah adalah sunah Nabi saw.

Keterangan (Ta’liq):


Niat qashar (mengurangi) shalat ialah

نَوَيْتُ أُصَلِّي فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا للهِ تَعَالَى اللهُ أَكْبَرْ

Artinya: ”Aku niat shalat Dhuhur dua raka’t dengan mengqasharnya karena Allah Ta’ala Allahu Akbar”

Menjam’a (Menggabung) Shalat


Bagi musafir boleh mejama’ (menggabung) antara dua shalat yaitu menggabungkan antara shalat dhuhur dengan ashar atau maghrib dengan isya’ dan dikerjakan dalam waktu salah satunya yaitu boleh dikerjakan dalam waktu dhuhur atau dalam waktu ashar begitu pula dalam waktu maghrib atau dalam waktu isya.

Jadi seorang musafir boleh men-jama’ (menggabung) shalatnya baik jama’ taqdim atau jama’ ta’khir.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ (رواه الشيخان)

Sesuai dengan hadits dari Ibnu Abbas ra ia berkata ”sesungguhnya Rasulallah saw menjama’ (menggabung) antara maghrib dan isya’ jika dalam perjalanan (HR Muttafaqun ’alih).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ (رواه الشيخان)

Begitu pula hadits dari Anas bin Malik ra.: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sebelum matahari condong ke barat, beliau mengakhirkan sholat dhuhur di waktu ashar, lalu beliau berhenti dan menjama’ (menggabung) keduanya. Apabila beliau berangkat setelah masuk waktu sholat maka beliau sholat dulu lalu memulai perjalanan. (HR Bukhari Muslim).

Syarat Mendahulukan (Men-taqdim) Shalat

Shalat yang pertama harus didahulukan baru setelah itu shalat yang kedua (shalat Dhuhur lebih dahulu kemudian men-taqdim shalat Ashar, begitu pula shalat Maghrib lebih dahulu kemudian men-taqdim shalat isya’)
Harus niat menggabung (jama’) antara shalat pertama dan kedua dan niat dilakukan waktu melakukan shalat pertama. (Lihat niat dibawah)
Kedua shalat harus dilakukan secara berturut-turut (tertib) yaitu tidak boleh ditunda terlalu lama atau jangan diselangi dengan waktu yang panjang. Karena kedua shalat dianggap satu shalat. Rasulallah saw sewaktu menjama’ kedua shalat beliau lakukan secara berturut-turut dan tidak melakukan shalat sunnah antara kedua shalat
Harus masih dalam keadaan musafir sewaktu melakukan shalat kedua.

Keterangan:

Niat mendahulukan (men-takdim) shalat, yaitu mentakdim shalat Ashar dengan niat dijama’ atau digabung dengan shalat Dzuhur di waktu Dhuhur atau mentakdim shalat Isya’ dengan niat dijama’ atau digabung dengan shalat Maghrib di waktu Maghrib.

نَوَيْتُ أُصَلِّي فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعًتَيْنِ جَمْعًا بِالعَصْرِ تَقْدِيْمًا وَقَصْرًا للهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya berniat sholat dhuhur dua raka’at jama’ taqdim dengan ashar dan diqashar karena Allah ”



Syarat Menunda (Men-takhir) Shalat

Niat menunda (men-takhir) shalat pertama ke dalam shalat kedua, misalnya niat menunda shalat Dhuhur ke waktu shalat Ashar (masuknya waktu sholat dhuhur dalam keadaan tidak shalat), begitu pula niat menunda shalat Maghrib ke waktu shalat Isya’ (masuknya waktu shalat Maghrib dalam keadaan tidak shalat)
Harus masih dalam keadaan musafir saat selesai sholat kedua

Keterangan:

Niat menunda (men-takhir) shalat, yaitu menunda (mentakhir) shalat Dzuhur dengan niat dijama’ atau digabung dengan shalat Ashar di waktu Ashar atau menunda (mentakhir) shalat Maghrib dengan niat dijama’ atau digabung dengan shalat Isya’ di waktu Isya’

نَوَيْتُ أُصَلِّي فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعًتَيْنِ جَمْعًا بِالعَصْرِ تَأخِيْرًا وَقَصْرًا للهِ تَعَالَى

Artinya: “Saya berniat sholat dhuhur dua raka’at jama’ takhir dengan ashar dan diqashar karena Allah”

Men-jamak (Menggabung) Shalat Ketika Hujan

Shalat ini merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah. Jika suatu ketika hujan turun, boleh men-jamak (menggabung) shalat di masjid antara zhuhur dan ashar, juga maghrib dan Isya. Hal ini sebagai rukhshah. Bahkan dianjurkan untuk men-jamak shalat dalam rangka memudahkan mereka dan mendapat kesulitan jika keluar. Atau mereka boleh mengerjakan shalat sendiri sendiri di rumah dan tidak melaksanakanya berjama’ah di masjid.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ ، فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلا سَفَرٍ (رواه الشيخان)



Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Sesungguhnya Rasulallah saw menjamak antara dzuhur dan ashar dan antara maghrib dan isya’ di Madinah tidak karena rasa takut (waktu perang) atau pepergian (safar) – HR Bukhari Muslim. Yang dimaksud disini mejamak shalat ketika turun hujan.

SEMOGA BERMANFA'AT

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!




WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.
Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

 Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT Pada kesempatan 114 kita akan belajar tentang sholat berjamah yang memiliki keutamaan yang begitu luar biasa,namun dibalik itu kita juga harus faham mengenai syarat tatacara dan  adab dalam berjamaah.
Simak pembahasan berikut ini.


1. Pengertian Shalat Berjamaah dan Dasar Hukum Shalat Berjamaah

Berjamaah berasal dari bahasa Arab, yaitu jamaah, yang artinya berkumpul atau banyak. shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan bersama-sama sekurang-kurangnya dilakukan oleh dua orang dengan tertib dan teratur, sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis, yang satu bertindak sebagai imam yang satu lagi bertindak sebagai makmum.
Hukum sholat berjamaah adalah sunah muakad, yaitu pekerjaan yang lebih utama dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw. Ada juga yang mengatakan bahwa hukum shalat berjamaah adalah fardu kifayah atau wajib kifayah. Artinya, jika di masyarakat sudah ada yang melaksanakan shalat berjamaah, yang lain tidak terkena dosanya. Akan tetapi, apabila di masyarakat Islam tidak ada yang shalat berjamaah, masyarakat itu akan terkena dosa.
Dasar hukum shalat berjamaah adalah:

Artinya :
Dari Abdullah ibnu Umar r.a. Rasulullah saw. bersabda: "shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

2. Keutamaan Shalat Berjamaah daripada Shalat Munfarid (Sendiri)

Keutamaan shalat berjamaah daripada shalat munfarid dapat disimak pada Hadis Nabi Muhammad saw. yang artinya:
Dari Abu Hurairah Rasulullah saw. bersabda, "shalat berjamaah seorang laki-laki lebih baik baginya daripada shalat sendirian di rumahnya, dan keutamaannya sebanyak 20 derajat lebih, Sesungguhnya, seseorang yang berwudu dengan bagus,lalu pergi ke masjid dengan maksud hanya untuk mengerjakan shalat. Allah akan mengangkat dalam setiap kali langkahnya itu satu derajat, dan digugurkan pula satu kesalahannya sampai dia memasuki masjid. Setelah masuk masjid, dia tercatat dalam shalat selagi dia tetap menunggunya, dan semua malaikat mendoakannya selama dia tetap di tempat shalatnya. Malaikat itu berdoa, Wahai Allah, sayangilah dia, ampunilah dia terimalah tobatnya selagi dia tidak menganggu dan tidak berhadas” (H.R. Bukhari dan Muslim)
shalat berjamaah tidak hanya berlaku pada shalat fardu saja, tetapi juga pada shalat sunah, seperti shalat sunah hari raya.
Hikmah yang dapat diperoleh dari shalat berjamaah ini, antara lain:
a) mendidik umat Islam untuk berdisplin;
b) mendidik umat Islam untuk kompak, searah, sejalan, dan setujuan;
c) mendidik umat Islam untuk taat kepada pimpinan;
d) memupuk tanggung jawab terhadap umat Islam secara keseluruhan;
e) mendidik umat Islam untuk saling memaafkan dan saling mendoakan.
Ketika selesai shalat, kita bersalaman memaafkan dan saling mendoakan.

3. Syarat Sah Imam dan Makmum Shalat Berjamaah

a. Syarat Sah Menjadi Imam

Syarat sah menjadi imam, antara lain:
1) mengetahui tata cara mengerjakan shalat dan dapat melakukannya
2) membaca Al-Qur’an atau Surah Al-Fatihah dan ayat lain dengar benar
3) mengetahui hukum yang berkenaan dengan shalat
4) imam harus mumayyiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
5) tidak menjadikan makmum ke jamaah yang lain
Sebagaimana Hadis Muhammad saw. yang berbunyi:

Artinya :
Dari Abu Mas’ud al-Ansari r.a.: Rasulullah saw bersada: "Orang yang paling berhak menjadi imam sholat dalam suatu kaum adalah orang yang paling hafal Al-Qur’an. Jika mereka sama dalam hal itu yang paling mengetahui tentang sunah, kalau mereka sama dalam hal itu, yang paling dahulu hijrah, kalau mereka sama dalam hal itu, yang lebih dahulu masuk Islam. Dan janganlah seseorang menjadi imam dalam kekuasaan orang lain, dan jangan pula duduk di atas tempat duduk tuan rumah, kecuali dengan izinnya. (H.R. Muslim)
Dari Hadis di atas, kita dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1) Imam adalah orang yang memimpin shalat atau yang berdiri paling depan.
2) Imam dipilih oleh makmum dengan persyaratan:
a) orang yang paling fasih (jelas) membaca Al-Qur’an;
b) orang yang paling hapal dan paham terhadap sunah-sunah Rasul;
c) jika mereka kemampuannya sama, pilihlah yang paling tua usianya.

Seorang imam dalam shalat berjamaah harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Menertibkan saf (barisan) makmum sebelum shalat di mulai.
Sabda Rasulullah saw. yang artinya :“Luruskan barisan kalian karena lurusnya barisan termasuk sempurnanya shalat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
2) Memerhatikan kondisi makmum karena keadaan mereka bermacam-macam.
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. yang artinya:“ Apabila salah seorang dari kamu shalat menjadi imam bagi orang banyak, hendaklah ia ringankan. Sebab, di antara mereka ada yang lemah, sakit, dan tua. Akan tetapi, apabila shalat sendirian, boleh dipanjangkan sekehendak kamu”.( H.R. Muslim )
3) Setelah selesai melaksanakan shalat berjamaah, imam dianjurkan menghadap ke arah makmum, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Adalah Rasulullah saw., apabila selesai shalat, ia menghadapkan wajahnya ke arah kami” ( HR. Bukhari)

b. Syarat Sah Menjadi Makmum 
Makmum adalah yang dipimpin atau pengikut shalat.
Syarat menjadi makmum, antara lain:
1) Berniat menjadi makmum (misalnya, niat pada saat shalat Zuhur)

Artinya:
“Aku melaksanakan sholat fardu Zuhur empat rakaat menghadap kiblat dalam keadaan menjadi makmum karena Allah ta’ala.”
2) Setiap gerakan tidak boleh terlewatkan.
3) Makmum tidak boleh mendahului gerakan imam. Jika makmum tiga kali berturut-turut mendahului imam, batallah shalatnya makmum.
Perhatikan hadis berikut ini: 

Artinya :
Dari Anas bin Malik r.a. Nabi Muhammad saw. bersabda: "Sesungguhnya, imam itu adalah untuk diikuti oleh makmumnya. Oleh karena iu, apabila imam bertakbir, bertakbir pulalah kamu, apabila imam bangkit, bangkitlah kamu, apabila imam mengucapkan, sami‘allahu liman hamidah, ucapkanlah, rabbana walakal hamd.” Dan apabila imam mengerjakan shalat sambil duduk, shalatlah kamu semuanya sambil duduk.” (H.R. Muslim)
4) Makmum memerhatikan atau mendengarkan ayat yang dibaca imam.
Firman Allah:

Artinya :
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Surah Al-A’raf [7] : 204)
5) Makmum harus berlapang dada mengikhlaskan dia menjadi imam.
6) Makmum yang depan hendaklah yang hafal bacaan Al-Qur’an. Hal ini untuk menjaga kemungkinan jika imam lupa dalam bacaan, ia dapat segera memperbaikinya. Selain itu, apabila imam batal, dia dapat segera menggantikannya.
7) Apabila Imam lupa gerakan shalat, makmum laki-laki yang di belakang memperingatkannya dengan ucapan subhanallaah.” Apabila makmum perempuan mau memperingatkan imam, makmum menepuk belakang tangan kirinya dengan telapak tangan kanan.
8) Makmum tidak mengetahui batalnya shalat imam karena disebabkan hadas atau yang lain.
9) Tidak boleh beranggapan bahwa shalatnya harus diulangi sebab tidak sah.
10) Imam tidak menjadi makmum.
11) Makmum tidak boleh berimam kepada orang yang bodoh, yaitu orang yang tidak bisa membaca Al-Qur’an.
12) Imam dan makmum harus berada pada satu tempat.

4. Halangan-Halangan Shalat Berjamaah

Hal-hal yang menjadi halangan berjamaah, yaitu :
a) Karena hujan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya:
Dari Jabir, Kami telah berjalan bersama-sama Rasulullah saw. dalam perjalanan kami kehujanan. Rasulullah saw. bersabda: "Orang yang hendak shalat, shalatlah di kendaraannya masing-masing.” (H.R. Muslim)
b) Karena sakit. Sebagaimana Hadis Nabi Muhammad saw. yang artinya:
“Ketika Rasulullah saw. sakit, beliau meninggalkan shalat berjamaah beberapa hari. (H.R. Bukhari dan Muslim)
c) Karena lapar atau haus, sedangkan makanan telah tersedia, atau juga ketika hendak buang air besar atau kecil. Sebagaimana Hadis Nabi Muhammad saw.: yang artinya : “Dari Aisyah, Rasulullah saw. bersabda, Jangan shalat ketika makanan telah tersedia dan jangan pula shalat ketika sangat ingin buang air. (H.R. Muslim)

5. Tata Cara Shalat Berjamaah

a. Berjamaah Campuran
Susunan saf untuk makmum campuran adalah barisan pertama kelompok atau jamaah pria, berikutnya anak-anak, dan di belakangnya wanita, jangan pada tempat yang renggang antara seorang makmum dengan makmum lain. Hadi£ Nabi Muhammad saw yang artinya: “Penuhkanlah olehmu jarak yang kosong di antara kamu, maka sesungguhnya setan dapat masuk di antara kamu seperti anak kambing (H.R. Ahmad)

b. Berjamaah Dua Orang atau Lebih

Jika makmum sendirian atau shalat berjamaah dua orang, posisi makmum harus di sebelah kanan imam, hampir sejajar dengan imam, atau jarak antara imam dan makmum, disunahkan tidak lebih dari 3 zira, yaitu kurang lebih 50 cm.

Susunan sesuai dengan hadis yang artinya :

Pada suatu saat, ketika Nabi Muhammad saw. akan shalat Magrib, saya datang lalu berdiri sebelah kirinya, beliau mencegahku dan menyuruhku berdiri di sebelah kanannya, kemudian datang temanku, lalu kami berbaris di belakangnya.Akan tetapi, jika makmum masbuq, makmum yang kanan bergeser satu langkah ke belakang, dan makmum masbuq tepat di belakang imam merapat dengan makmum muwafiq.


Jika ada masbuq satu lagi, maka masbuq merapat ke sebelah kiri imam. Seterusnya, ada dua masbuq lagi maka masbuq yang satu ke sebelah kanan, masbuq yang kedua di sebelah kiri. Perhatikan gambar berikut ini!



6. Niat Bacaan Shalat Berjamaah 


Misalnya, niat imam shalat Zuhur. Bacaannya adalah:



Artinya :
Aku berniat shalat fardu Zuhur empat rakaat menghadap kiblat menjadi imam karena Allah semata.

7. Makmum Wajib Mengikuti Perbuatan Imam

Dalam shalat berjamaah, makmum wajib mengikuti perbuatan imam atau gerakan imam. Demikian pula bacaan yang dibaca imam, semua dibaca pula oleh makmum, seperti dia shalat sendiri, kecuali beberapa hal berikut ini:

a) Jika imam membaca surah Al-Fatihah dinyaringkan, makmum wajib mendengarkannya dengan saksama, tidak boleh mengikuti. Demikian pula, jika imam membaca surah-surah lainnya yang dinyaringkan, makmum wajib mendengarkannya, dengan saksama tidak boleh mengikuti bacaan.
b) Apabila imam selesai membaca surat Al-Fatihah pada kata walad dallin, makmum membaca aamiin dan jika imam membaca “sami’allaahu liman hamidah,” makmum tidak boleh mengikutinya, tetapi hendaklah makmum menyambut dengan ucapan: “rabbanaa lakalhamd……”.
c) Apabila imam membaca surah Al-Fatihah dan surah lainnya yang tidak dinyaringkan, makmum wajib membaca surah Al-Fatihah dan sunah membaca surah lainnya.
d) Jika imam batal, imam harus mengundurkan diri dan digantikan oleh makmum yang di belakangnya, dengan cara maju ke depan menggantikan kedudukan imam.
e) Apabila imam keliru, makmum di belakangnya memperingatkan imam dengan bacaan subhanallah.” Itu jika makmumnya laki-laki, sedangkan bila makmumnya perempuan, ia menepuk belakang tangan kirinya dengan telapak tangan kanan.
f) Untuk makmum masbuq, dia harus menambah kekurangan rakaatnya, yaitu: setelah imam memberi salam, ia meneruskan shalatnya. Jika dia sempat mengikuti imam membaca Al-Fatihah dari awal, dia mendapat rakaat itu. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw yang artinya:
Jika ia mendapatkan imam, sedangkan kita ketinggalan, maka ikuti apa yang ia kerjakan.
Dahului dengan berniat dan takbiratul ihram. Apabila kamu mendengar iqamat, maka berjalanlah kamu berburu-buru, yang kamu dapati keadaan imam boleh kamu kerjakan. Dan apa yang kau ketinggalan, maka kamu sempurnakan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

SEMOGA BERMANFA'AT

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!




WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.


Bismillah Alhamdulillah


Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT

Pada kesempatan 113 kita akan belajar tentang sholat,seperti yang anda pikirkan wahai orang mukmin yang beriman,sholat adalah tiyang agama yang harus didirikan atau dilaksanakan setiap harinya oleh perseorangan atau tidak boleh diwakilkan kepada siapaun dalam kondisi apapun dan dimanapun.
Mungkin semua sudah paham mengenai bab sholat namun tidak ada salahnya kita selalu balajar dan belajar.



Makna Shalat 

Shalat ialah berhadapan hati dengan Allah, sebagai ibadaht, dalam bentuk beberapa perkataan dan perbuatan, yg dimulai dengan takbir dan diakhiri salam serta menurut syarat-syarat yang telah ditentukan syara''

1. Dalil yang mewajibkan shalat.

Dalil yang mewajibkan shalat banyak sekali, baik dalam Al-Qur'an maupun dalam Hadis Nabi Muhammad Saw. Dalil ayat-ayat Al-Qur'an yang mewajibkan shalat antara lain yang berbunyi :
Wa-Aqiimush shalaata Wa-aatuz zakaata warja'uu ma'arraaki'iin.
(Artinya: Dan dirikanlah shalat, dan keluarkanlah zakat,dan tunduklah/ruku' bersama-sama orang-orang yang pada ruku)

(S.Al-Baqarah,ayat.43). Wa-Aqimish Shalaata Innash Shalaata Tanhaa'anil Fakhsyaa-Iwalmunkari.
(Artinya: Kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan yang jahat / keji, dan mungkar)
(S.Al-'Ankabut,ayat.45). Perintah shalat ini hendaklah di tanamkan kedalam hati dan jiwa anak-anak dengan cara pendidikan yang cermat, dan di lakukan sejak kecil, sebagaimana tersebut dalam hadis Nabi Muhammad Saw sbb :
Muruu Aulaadakum bish Shalaati wahum Abna-u sab'in wadl-ribuuhum 'Alaihaa wahum abnna-u 'asyrin.
(Artinya: perintahlah anak-anak mengerjakan shalat diwaktu usia mereka meningkat tujuh tahun, dan pukulah kalau tidak mau melakukan shalat di waktu usia meningkat sepuluh tahun)
(Hadis R; Abu Dawud).

2. Syarat-Syarat Shalat

1. Beragama Islam.
2. Sudah baligh dan berakal.
3. Suci dari hadas.
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat.
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusut dan lutut, sdang wanita seluruh anggota badannya kecuali muka dan telapak tangan.
6. Masuk waktu yang di tentukan masing-masing shalat.
7. Menghadap kiblat.
8. Mengetahui mana yang rukun dan mana yang sunnat.

3. Rukun Shalat

1. Niat.
2. Takbiratul ihram.
3. Berdiri tegak bagi yang berkuasa ketika shalat fardlu, boleh duduk atau berbaring bagi yang sedang sakit.
4. Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap raka'at.
5. Ruku dengan tumma'ninah.
6. Iftidal dengan thumma'ninah.
7. Sujud dua kali dengan thumma'ninah.
8. Duduk antara dua sujud dengan thumma'ninah.
9. Duduk tasyahhud akhir dengan thumma'ninah.
10. Membaca tasyahhud akhir.
11. Membaca shalawat Nabi pada tasyahhud akhir.
12.salam yang pertama
13.tertib/urut

4. Makruh Shalat

Orang yang sedang shalat di makruhkan :
1. Menaruh telapak tangannya kedalam lengan bajunya ketika tabiratul ihram, ruku, dan sujud.
2. Menutup mulutnya rapat-rapat.
3. Terbuka kepalanya.
4. Bertolak pinggang.
5. Memalingkan muka ke kiri dan kekanan.
6. Memejamkan mata.
7. Menengadah ke langit.
8. Menahan hadas.
9. Berludah.
10. Mengerjakan shalat di atas kuburan.
11. Melakukan hal-hal yang mengurangi ke kusyuhan shalat.

5. Yang membatalkan shalat


Shalat itu batal (tidak sah) apabila slh satu syarat rukunnya tdk dilaksanakan, atau ditinggalkan dngn sengaja. Dan shalat itu batal dngn hal-hal sprt tersebut dibawah ini :
  1.  Berhadas. 
  2.  Terkena najis yang tidak di ma'afkan. 
  3.  Berkata-kata dengan sengaja walaupun dengan satu huruf. 
  4.  Terbuka auratnya. 
  5.  Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat. 
  6.  Makan atau minum walaupun sedikit. 
  7.  Bergerak berturut-turut smpai tiga kali. 
  8.  Membelakangi kiblat, kecuali betul-betul tdk sengaja. 
  9.  Menambah rukun yg di sengaja, kecuali lupa tdk ingat. 
  10. Teqtawa. 
  11.  Mendahului imam. 
  12.  Murtad, artinya klar islam.
SEMOGA BERMANFA'AT

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!



WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.