WHAT'S NEW?
Loading...
Showing posts with label Hikmah. Show all posts
Showing posts with label Hikmah. Show all posts
Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT

Rasulullah semasa hidupnya bergaul dengan siapa saja, termasuk non-muslim sekalipun. Ada banyak kisah keakraban beliau dengan non-muslim yang terukir dalam sejarah. Salah satunya adalah kedekatan Rasul dengan seorang pemuda Yahudi yang pernah menjadi pembantu Rasulullah.
Dalam literature sejarah dan hadis tidak begitu jelas disebutkan pemuda Yahudi tersebut membantu Rasul dalam hal apa. Tapi yang jelas, pemuda itu sehari-hari bekerja di rumah Rasulullah. Bahkan dia juga dipercaya untuk menyisir rambun Rasulullah. Konon nama pemuda Yahudi itu adalah Abdul Quddus.
Kisah kedekatan Rasul dengan pemuda Yahudi ini didokumentasikan al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya. Disebutkan dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Sahabat Anas bahwa Rasulullah pernah menjenguk pemuda Yahudi yang menjadi pembantu beliau. Pemuda tersebut sudah lama tidak bekerja lantaran sakit.
Pada saat berkunjung ke rumahnya, Rasulullah sangat kasihan dengan kondisi Abdul Quddus. Rasul memintanya untuk masuk Islam agar selamat dari api neraka. Abdul Quddus awalnya tidak langsung mengabulkan permintaan Rasulullah. Dia malah menoleh kepada bapaknya. Isyarat untuk minta pendapat.
Bapaknya berkata, “Taatilah Abu Qasim (Rasulullah)”. Ini menunjukan bapaknya merestui anaknya untuk masuk Islam. Abdul Quddus akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Tidak lama setelah itu dia meninggal. Rasulullah berkata, “Alhamdulillah, dia selamat dari api neraka”.
SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.

Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT

Sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk saling bahu-membahu. Yang kuat meringankan yang lemah dalam hal ekonominya, yang lemah membantu saudaranya di bidang yang ia mampu. Sebagai makhluk sosial, kita diperintahkan untuk saling bantu. Allah subhânahȗ wa ta'alâ berfirman dalam al-Qur'an:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS Al-Ma'idah: 2)


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda, orang yang melapangkan kesempitan saudaranya, akan dilapangkan oleh Allah subhânahu wa ta'alâ.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ أَخِيهِ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ


Artinya: "Barangsiapa melapangkan satu macam kesempitan dari aneka macam kesempitan yang dialami saudaranya, Allah akan melapangkan kesempitan penolong itu dari kesempitan-kesempitan hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, Allah akan menutupi aibnya baik di dunia maupun di akhirat. Barangsiapa memudahkan urusan orang yang sedang kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia maupun di akhirat. Allah selalu dalam pertolongan seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.” (Sunan at-Tirmidzi: 2869)

Menolong orang lain dapat diaplikasikan dalam berbagai macam. Bisa memberi utang orang yang sedang membutuhkan maupun memberi harta kepada orang lain.

Namun, secara pahala, jika ditimbang-timbang, pahalanya besar mana antara memberi orang secara cuma-cuma dengan memberi utang?

Berikut ini ada satu hadits yang dikutip beberapa kitab hadits di antaranya dalam Sunan Ibnu Mâjah, Faidlul Qadîr, Jâmiul Ahâdîts beserta sumber lain yang mengisahkan bahwa saat melakukan perjalanan isra' mi'raj, Rasulullah melihat di dalam pintu surga tertulis, shadaqah dibalas oleh Allah sepuluh kali lipat, sedangkan memberikan utang pahalanya 18 kali lipat. Teks lengkap hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai berikut:


رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ مَكْتُوبًا الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيلُ مَا بَالُ الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنْ الصَّدَقَةِ قَالَ لِأَنَّ السَّائِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ وَالْمُسْتَقْرِضُ لَا يَسْتَقْرِضُ إِلَّا مِنْ حَاجَةٍ.

Artinya: "Saya melihat di saat saya diisra'kan pada pintu surga tertulis, shadaqah dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Memberi utang dilipatkan 18 kali lipat. Kemudian saya bertanya kepada Jibril, 'Bagaimana orang yang memberi utang lebih utama dari pada bershadaqah?'.

Kemudian Jibril menjawab 'Karena orang yang meminta, (secara umum) dia itu meminta sedangkan dia sendiri dalam keadaan mempunyai harta. Sedangkan orang yang berutang, ia tidak akan berutang kecuali dalam keadaan butuh'." (Sunan Ibnu Majah: 2422)

Al-Hakim dalam Fathul Qadir memberikan ilustrasi dengan perbandingan di atas seperti berikut. Andaikan orang sedekah satu dirham, berarti Allah akan membalas satu dirham modal yang ia berikan kemudian ditambah sembilan dirham sebagai bonus.

Dan kalau orang yang memberi utang orang yang butuh, dari sembilan dirham bonus tersebut dilipatgandakan. Jadi jumlahnya total adalah 19 dirham. Maka perbandingannya adalah sepuluh dengan 18.

Meskipun diriwayatkan di beberapa kitab, ada banyak ulama yang menganggap hadits tersebut dlaif. Di antaranya adalah Khalid bin Zaid as-Syâmî. Demikian diungkapkan oleh Abdul Hamid as-Syawani-Ahmad bin Qasim al-Ubbadi, Hawâsyî Tuhfatul Muhtâj bi Syarhil Minhâj, Musthafa Muhammad, Mesir, juz 5, halaman 36.

Kesimpulannya, antara shadaqah dan memberi utang orang lain, masing-masing adalah tindakan ibadah yang diperintahkan Al-Qur'an mapun hadits. Menurut satu hadits, memberi utang lebih unggul pahalanya. Terkait status dlaif-nya, hadits itu tetap boleh diyakini dan diamalkan dalam konteks memperkuat amal kebaikan (fadlâilum a‘mâl). Wallahu a'lam.

SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.

Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad


Barsisha


Syaitan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Dengan berbagai cara syaitan menggoda manusia agar tersesat dari jalan kebenaran. Tujuannya adalah agar mereka dapat bersama-sama dengan manusia kelak di neraka. Oleh karenanya wajib bagi kita umat Islam untuk selalu mewaspadai dan membentengi diri kita dengan iman yang kokoh, agar tidak terbujuk oleh rayuan syaitan yang berujung pada kehinaan.

ashisha al-'Abid, begitulah orang-orang memberi gelar kepadanya. Al-‘abid artinya ahli ibadah. Predikat itu disematkan karena ia memang orang yang sangat tekun beribadah. Bahkan, sampai-sampai malaikat pun terkagum atas ibadahnya.

Ia juga merupakan seorang guru spiritual yang ulung. Konon ia memiliki 60.000 murid yang semuanya berilmu tinggi dan memiliki keramat bisa terbang. Namun, di tengah kekaguman para malaikat itu, lantas Allah mengherankannya dengan berkata kepada para malaikat:

"Gerangan apa yang membuatmu begitu terkagum akan Barsisha. Padahal di dalam pandangan hakikatku, ia tak ubahnya seperti setan yang terkutuk."

Syahdan, malaikat pun tercengang mendengarnya. Mereka mulai menerka-nerka akan takdir apakah yang membuatnya tersungkur ke dalam lembah derajat setan yang hina dina.

Alkisah, Barsisha memiliki sebuah keramat. Ya, apabila ia menemui orang gila dan kemudian menyentuhnya, maka seketika orang gila tersebut sembuh. Dan itulah yang terjadi saat itu pada seorang gadis anak raja.

Sang putri mengalami gangguan jiwa. Atas perintah sang raja, diutuslah pasukan kerajaan untuk membawa sang putri ke padepokan Barsisha di tengah hutan agar ia memperoleh perawatan rehabilitasi dengan harapan akan menuai kesembuhan. 

Maka berangkatlah para pasukan dengan membawa putri raja yang sedang sakit jiwa. Sesampainya di sana, setelah mengutarakan maksud dan tujuan kedatangannya. Para prajurit kerajaan bergegas undur diri untuk kembali ke kerajaan dengan meninggalkan sang putri bersama Barsisha di padepokannya yang berada di tengah hutan. 

Saat para punggawa telah meninggalkan mereka berdua, saat putri raja masih dalam keadaan gila, dan saat Barsisha hanya ditemaninya di tengah hutan belantara tanpa ada orang selain mereka, Iblis pun datang menggoda:

"Wahai Barsisha, tidakkah engkau melihat putri raja itu cukup cantik jelita. Ia begitu menggoda. Tidakkkah engkau berpikir untuk sejenak bersenang-senang dengannya. Nikmatilah tubuhnya untuk sekali saja. Lagi pula, ia dalam keadaaan gila. Sudah tentu, ia tidak akan mengetahui apa-apa yang terjadi saat ini, setelah kesembuhannya nanti. Kalian pun juga hanya berdua di hutan belantara ini. Tak akan ada orang yang mengetahui. Ayolah, ku kira pantas bagimu untuk rehat sejenak dari aktivitas ibadahmu yang melelahkan," bujuk iblis penuh kemesraan.

Nahas menimpanya, Barsisha tergoda oleh tipu daya iblis terkutuk. Ia pun melakukan zina bersama sang putri yang masih dalam keadaan gila. Namun baru saja usai melampiaskan nafsu birahinya, Iblis kembali merasuk, berbisik menggoda ke dalam relung hati Barsisha.

"Duhai, celakalah engkau wahai Barsisha. Cepat atau lambat, perbuatan kejimu terhadap sang putri akan diketahui. Orang-Orang utusan kerajaan tidak akan terima akan perbuatanmu kepada anak rajanya. Terlebih, engkau sudah terkenal sebagai seseorang yang sakti nan ahli beribadah. Jika hal ini diketahui, sontak, reputasimu akan hancur berantakan. Nama baikmu akan tercemar. Dan seluruh orang akan mencampakkanmu."

“Lalu apa yang harus kulakukan?” batin Barsisha mulai dirundung kecemasan tak karuan. Ia mulai bertanya-tanya terhadap diri sendiri dan mencari cara bagaimana untuk menutupi semua ini. Dan lagi-lagi, sang Iblis mulai berbisik melancarkan strategi:

"Sudahlah, bunuh saja wanita itu. Kemudian kuburlah ia dalam-dalam di atas gundukan pasir. Dan jika para utusan kemari untuk menjemput sang putri, bilang saja bahwa ia telah sembuh dan pamit untuk kembali ke kerajaan seorang diri. Maka, semuanya akan beres. Kalupun ia akhirnya tak kembali, engkau tak akan disalahkan. Mereka pasti mengira bahwa sang putri telah mati tertikam binatang buas di tengah perjalanannya kembali menuju istana."

Bodohnya, Barsisha pun kembali mengiyakan tawaran iblis yang seakan penuh kompromi tersebut. Dibunuhlah sang putri olehnya dan kemudian ia kubur dalam-dalam hingga sekiranya tak seorang pun mengira ada mayat di bawah sana.

“Akhirnya, sekarang tuntas sudah semuanya,” batin Barsisha penuh lega.

Namun tidak bagi Iblis. Setelah ia berhasil membujuk rayu manusia yang terkenal ahli ibadah dan bisa menyembuhkan orang gila hanya dengan sentuhan tangannya itu, Iblis kemudian menjelma menjadi seorang shalih ahli ibadah yang seakan dapat mengetahui segala sesuatu yang terjadi. 

Ia kemudian masuk ke istana, menemui raja, dan menceritakan apa yang terjadi terhadap putrinya dan Barsisha di tengah hutan belantara. Seketika sang raja mengirim utusan untuk menangkap Barsisha di padepokannya. Dan tanpa ampun, akhirnya barsisha dihukum salib oleh sang raja. Sungguh, kini Barsisha sudah tak mampu melakukan apa-apa.

Di tengah kelemahan Barsisha ini, dengan licik sang Iblis kembali memanfaatkan keadaan untuk menjerumuskan lebih dalam lagi ke lembah kekufuran. Iblis pun berkata kepada Barsisha dengan penuh rasa iba:

"Duhai, alangkah malangnya nasibmu. Engkau sekarang terhukum salib oleh sang raja. Namun, janganlah kau hiraukan. Sebentar lagi penderitaanmu akan berakhir. Aku akan menolongmu. Tapi ada satu syarat yang harus kau penuhi."

"Apa itu, sungguh akan kulakukan asal engkau mau menyelamatkan," tanya Barsisha kegirangan.

"Sembahlah aku."

"Bagaimana aku dapat menyembahmu jika tubuhku tersalib oleh kayu?" tanya Barsisha di tengah kondisinya yang semakin layu.

"Cukuplah bagimu untuk isyarat saja. Entah itu dengan anggukan atau sekedar kedipan mata sebagai ganti sujudmu kepadaku."

Maka, dengan sisa-sisa tenaga, Barsisha yang mulai melemah pun akhirnya melakukan apa yang diperintah oleh Iblis. Sayang, seketika itu juga ia mati. Dan Iblis pun tak menyelamatkannya, sedang ia telah mati dalam keadan kufur terhadap Allah subhanahu wata'ala. Sungguh, benar-benar Barsisha yang nestapa. Na'udzubillah.

Cerita ini dinarasikan dari kisah yang termaktub dalam kitab "Mukhtashar Tadzkiratul Qurtubi" karya ulama kenamaan, Syekh Abdul Wahab As Sya'roni.

SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.


Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT

Biasanya para orientalis dan para pembenci Islam mengedarkan berita tentang kebengisan dan kekejaman Rasulullah. Tujuannya satu: mereka hendak membantah bahwa Rasulullah itu welas asih dan rahmat bagi semesta alam. Sayangnya, di kalangan Muslim sendiri juga banyak yang senang dengan berbagai kisah “seram” dan “kejam” yang sebenarnya dapat mencederai keluhuran budi dan nama baik Rasulullah. Kita harus membaca kisah semacam itu dengan kritis.

Tadi pagi saya dikirimi kisah lain oleh seorang pembaca mengenai Abi Sarah yang semula penulis wahyu Nabi tapi kemudian mengubah wahyu yang Nabi terima dalam tulisannya dan melecehkan Nabi serta kemudian murtad. Dalam kisah yang diedarkan ini disebut Rasulullah mengeksekusi Abi Sarah saat Fathu Mekkah. Tentu diedarkannya cerita ini untuk menunjukkan sikap tegas yang harus kita ambil terhadap penista Al-Qur’an. Tapi benarkah kisahnya seperti itu? Pelacakan saya menunjukkan bahwa kisah yang beredar itu tidak lengkap. Mari kita kaji bersama dan mengawalinya dengan membaca shalawat kepada Baginda Rasul: allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaih.

Surat al-An’am: 93

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”.
Tafsir al-Thabari mengabarkan telah terjadi perbedaan pendapat siapa yang dimaksud dalam ayat di atas. Sebagian mengatakan ayat itu ditujukan kepada Musailamah. Sebagian lagi mengatakan ditujukan kepada Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah. Kita fokus pada nama terakhir. Al-Thabari mengutip dari riwayat Ikrimah bahwa Abi Sarah memang sempat murtad tapi dia kembali memeluk Islam SEBELUM Fathu Makkah. Kalau riwayat ini benar maka jelas bertentangan dengan kisah yang diedarkan bahwa Rasul mengeksekusi Abi Sarah saat Fathu Makkah.


Kalaupun kita tolak riwayat Ikrimah di atas, ada fakta menarik bahwa dalam Sunan Abi Dawud (hadits nomor: 2308, 3792 dan 3793) dan Sunan al-Nasa’i (hadits nomor 4001) dikisahkan bahwa Abi Sarah ini diampuni oleh Rasul SAAT Fathu Makkah atas permintaan Utsman bin ‘Affan yang merupakan saudara sepersusuan Abi Sarah. Jadi, tidak benar bahwa Abi Sarah dieksekusi saat Fathu Makkah, baik riwayat Ikrimah yang dicantumkan dalam Tafsir al-Thabari maupun teks Hadits dalam kedua kitab Sunan tersebut.

Cerita lebih lengkap ada dalam Tafsir al-Qurtubi mengenai apa yang terjadi dengan Abi Sarah SETELAH Fathu Makkah:

“Saat bai’atnya diterima Rasul, Abi Sarah kembali memeluk Islam dan apa yang dia lakukan untuk Islam sungguh luar biasa. Pada masa Khalifah Utsman, beliau diangkat menjadi Gubernur Mesir pada tahun 25H. Abi Sarah menaklukkan Afrika tahun 27H dan Nuba pada tahun 31H dan meneken perjanjian gencatan senjata yang berlaku sampai sekarang. Abi Sarah menaklukkan Pasukan Romawi dalam pertempuran Sawari di tahun 34H. Beliau tinggal di Asqalan sampai wafatnya Khalifah Utsman.”

“Ada juga yang mengatakan beliau menetap hingga wafatnya di Ramlah. Abi Sarah berdoa: ” Ya Allah jadikan shalat subuh ku sebagai amalan terakhirku. Dia berwudhu dan shalat. Pada rakaat pertama beliau baca surat al-Fatihah dan al-‘Adiyat, di rakaat kedua membaca al-Fatihah dan surat lainnya, lantas hendak mengakhiri shalatnya dengan mengucap salam ke kanan, dan beliau wafat sebelum mengucap salam ke kiri. Ini semua diriwayatkan oleh Yazid bin Abi Habib dan lainnya.”
“Abi Sarah memilih tidak ikutan konflik Ali dan Muawiyah. Beliau wafat sebelum masyarakat menyetujui Muawiyah menjadi khalifah. Riwayat berbeda mengenai wafatnya Abi Sarah, ada yang bilang di Afrika, tapi yang benar di Asqalan tahun 36 atau 37H”
Jadi, Abi Sarah ini adalah contoh tokoh yang pernah dekat dengan Nabi bahkan sampai menjadi penulis wahyu, tapi syetan menggelincirkannya hingga ia murtad, namun ia kembali masuk Islam dan kemudian mengabdi pada agama Allah ini. Dengan demikian kisah yang beredar dan dibroadcast kemana-mana mengenai Nabi mengeksekusi Abi Sarah tidaklah benar. Kisahnya dipotong –entah kenapa.

Muhammadku, Rasulku, kekasihku….adalah pribadi yang welas asih, tidak pendendam dan rahmat bagi semesta. Kita harus bersihkan beliau SAW dari kisah-kisah yang bisa mencederai keagungan akhlak beliau. Sungguh aneh kalau umat beliau SAW lebih senang mengambil kisah “kejam” dan “seram” seolah dari beliau SAW ketimbang kisah dan pelajaran tentang ketinggian akhlak beliau SAW.

Ya Allah…sudah kutunaikan tugas ini untuk meluruskan kisah NabiMu. Semoga ini menjadi wasilah bagi kami mendapatkan syafaat kelak di hari akhir. Amin Ya Allah

SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.

Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT
Surga merupakan tempat paling indah yang dijanjikan oleh ALLOH SWT untuk Hambanya yang bertaqwa, yang taat dan petuh terhadap perintah dan larangannya.


Tidak Ada Kenikmatan Yang Melebihi Surga

SURGA tak pernah selesai dijadikan tema perbincangan. Jika segala sesuatu tersedia di surga, saya hanya punya satu pertanyaan: kelak, apakah saya juga di surga? Jika ya, nah, berarti benar segala sesuatu tersedia di surga. Jika tidak, duh, na’udzu billahi min dzalik, apakah itu artinya saya bukan tergolong segala sesuatu? Lalu, siapa saya sesungguhnya? Di manakah saya seharusnya kelak, jika bukan di surga? Apakah dari surga saya berasal dan ke surga pula saya akan kembali?

Saya hanya berpegang kepada satu ayat yang sering saya dengar dikumandangkan dari toa masjid ketika ada seorang warga meninggal dunia: innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Nukilan ayat 156 dari al-Qur’an Surat Baqarah itu menegaskan bahwa, “Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah dan kembali kepadaNya.” Ayat ini memang acapkali dibaca ketika kita ditimpa musibah. Tapi, entah mengapa, saya merasa kembali kepada Allah bukan musibah, namun kenikmatan tertinggi.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda bahwa kenikmatan melihat Wajah Allah Ta’ala adalah kenikmatan yang paling mulia dan agung, yang melebihi segala kenikmatan di surga. Penuturan Kanjeng Nabi Terakhir ini mempertegas Q.S. al-Qiyamah: 22-23, yaitu, “Wajah orang-orang beriman pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan-nya mereka melihat.” Namun, pertanyaannya, apakah salah jika kita menginginkan masuk surga? Apakah tidak boleh punya keinginan itu?

Tentu tidak salah. Setidaknya, menurut saya. Yang jelas-jelas salah adalah ingin masuk neraka. Atau, yang dekat dengan salah adalah mengkapling-kapling surga seolah-olah lebih berhak daripada orang lain, lantas menunjuk-nunjuk orang lain sebagai calon penghuni neraka. Ah, tapi nanti dulu. Saya justru teringat dengan cerita seorang sufi yang dikisahkah oleh KH Mustofa Bisri. Mustasyar PBNU yang akrab disapa Gus Mus ini berkata, “Ada seorang sufi yang ingin masuk neraka.”

Sufi itu, lanjut Gus Mus, memohon, “Ya Allah, masukkanlah aku ke nerakaMu, lalu gelembungkanlah tubuhku sebesar-besarnya hingga memenuhi neraka agar tak ada lagi yang selain aku yang masuk ke dalamnya.” Malam itu, ketika sowan ke kediaman Beliau di Leteh, Rembang, Jawa Tengah, saya merinding mendengar ini. Bagaimana bisa ada yang berdoa seperti itu? Menurut Gus Mus, itulah ungkapan cinta dan rindu yang sedemikian tinggi seorang hamba kepada Tuhannya.

“Jika seseorang mencintai Allah, maka mustahil ia tidak mencintai makhluk-makhlukNya,” petuah Gus Mus. Dan, saking cintanya kepada makhluk-makhluk itu, sang sufi sampai tidak rela, tidak pula tega, jika ciptaan-ciptaanNya terpapar panas api neraka. Masya Allah, laa haula walaa quwwata illa billah. Tapi, tengoklah kiri-kanan kita hari-hari ini. Betapa orang-orang sibuk berebut surga sampai tega menyikut saudara-saudaranya sendiri. Bahkan yang berbeda dituding kafir. 

Kita sama-sama belum pernah ke surga. Bahkan, mati pun belum. Kita sama-sama tidak tahu amal ibadah siapakah yang diterima oleh Allah–dan amal siapa yang ditolak, na’udzu billahi min dzalik. Saya pribadi memiliki keyakinan betapa segala bekal yang kita bawa akan kurang dan seketika habis untuk mendapat kehidupan satu hari saja di akhirat. Sebab, bukankah sehari di akhirat senilai seribu tahun di dunia, seperti disebutkan dalam Q.S. al-Hajj: 47? Padahal, berapa umur kita?

Kita hanya bisa berharap kepada rahmat Allah untuk selamat fiddin waddunya wal akhirah, dalam kehidupan agama, dunia, dan akhirat. Kita hanya mampu memohon syafaat Nabi Muhammad SAW, seraya meronta, “Asshalaatu wassalaamu ‘alaika ya Sayyidi ya Rasulullah, khudzbiyadii qallat hiilatii adriknii.” Duhai junjunganku dan utusan Allah, raihlah tanganku, yang ringkih ini, tariklah tanganku yang lemah menggapai-gapai di antara seluruh umat manusia yang mengiba syafaat darimu..

Kita hanya bisa berharap kepada rahmat Allah untuk selamat fiddin waddunya wal akhirah, dalam kehidupan agama, dunia, dan akhirat. Kita hanya mampu memohon syafaat Nabi Muhammad SAW, seraya meronta, “Asshalaatu wassalaamu ‘alaika ya Sayyidi ya Rasulullah, khudzbiyadii qallat hiilatii adriknii.” Duhai junjunganku dan utusan Allah, raihlah tanganku, yang ringkih ini, tariklah tanganku yang lemah menggapai-gapai di antara seluruh umat manusia yang mengiba syafaat darimu..

Saya merasa benar-benar tidak memiliki bekal menuju akhirat, apalagi mengklaim jatah surga. Namun, setahu saya yang faqir dan dhaif ini, mana ada orang yang benar-benar beriman yang berani untuk membangga-banggakan amal ibadahnya? Mereka tersungkur ketakutan dalam sujud basah airmata kala beristighfar memohon ampunan Allah dari kesalahan dan dosa. Sebab, kata Rasulullah SAW, senoktah saja rasa sombong cukup mengantar ke neraka. Na’udzu billahi min dzalik.

Jangankan untuk menyalah-nyalahkan orang lain, bahkan membenar-benarkan diri sendiri saja tak disarankan. Mawas diri adalah pangkal dari ikhtiar mengenal diri sendiri, dan mengenal diri sendiri adalah pangkal dari mengenal Allah. Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu. Alih-alih saling menyalahkan, lebih baik saling membenarkan. Agama itu nasihat, kata Nabi Muhammad SAW. Maka, seperti perintah Allah, sebaiknya kita berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.

Seburuk-buruk seseorang, sekali lagi saya mengutip pesan Gus Mus, ia punya sisi baik. Dan, sebaik-baik seseorang, ia pun punya sisi buruk. Alangkah indah jika kita saling memperbaiki, dan bukan justru saling memperburuk. Kita sama-sama menunggu waktu hingga datangnya ajal. Dan, ketika waktu itu tiba, semoga kita bukan termasuk orang yang menyesal karena telah merugi di dunia ini. Semoga hasrat terhadap surga tak memalingkan kita dari ketulusan menyembah Allah. 

Allah berfirman dalam Q.S. al-Ankabut: 5, bahwa, “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah, sesungguhnya waktu yang dijanjikan Allah itu niscaya datang.” Membayangkan perjumpaan dengan Dia Yang Maha Indah, sungguh tak tebersit lagi kenikmatan yang lebih tinggi daripada itu.

SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.
Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT
Pernahkah anda berpikir ataupun melamun tentang meragukan Alqur'an ataupun agama islam, mungkin sebagian orang pernah, sungguh tidak ada keraguan yang harus dikhawatirkan dalam islam.



Fiksi Dalam Hidup Kita


Socrates pernah mengingatkan sahabatnya–dua ribuan tahun silam, agar jangan mengabaikan tiga prinsip dasar ketika berbicara. Pertama, mengandung kebenaran. Kedua, bernuansa kebaikan. Ketiga, berguna bagi diri sendiri.

Panduan itu setidaknya cukup bagi kita kala ingin menyampaikan sebuah pikiran kepada orang lain, sehingga yang mencuat ke permukaan adalah buah murni dari pikiran yang telah melewati proses perenungan panjang dan mendalam. Tidak asal jeplak, apalagi klangenan belaka.

Guru dari Plato itu membuktikan anjuran tersebut kala berdiskusi dengan para santrinya, atau ketika beradu argumen dengan kaum sofis (pemuja perbantahan) di Athena, terkait dewa-dewa sesembahan peradaban Yunani.

Modal besar yang dimiliki Socrates adalah Akal yang sehat. Nalar yang tajam. Pikiran yang jernih dan terang benderang. Membayangkan hidup Socrates di zamannya, persis benar dengan yang kita alami hari ini. Orang-orang beragama tenggelam dalam dogma dan doktrin semata. Sebatas, “katanya…” Bukan pembuktian.

Maka, tak perlu gumun jika sedikit saja dari orang beragama pada hari ini, yang pendekatan imannya mirip dengan para hanif semisal Ibrahim atau Muhammad Saw. Mereka tak lagi perlu membuktikan.

Wajar kiranya jika isi kepala umat beragama melulu soal surga-neraka, kafir, dan tersesat. Semua tinggal menjadi fiksi semu. Tak usah digali kebenarannya. Terima apa adanya. Cukup dibaca. Sebisa mungkin dihafalkan. Jangan digugat. Habis perkara. Ini soal keyakinan buta. Percuma bertukar pikiran.

Bertolak dari fenomena sedemikian, mafhum bila kemudian agama jadi guyonan saja. Semacam kelakar. Sekadar canda tawa. Ajang gagah-gagahan. Pamer dalil dan ujungnya: kehampaan. Pesan-pesan Suci (The Sacred Text) gagal dimaknai sebagai sebuah premis berpikir, sebagai aksioma.

Peran besar para nabi-rasul yang membawa Kitab Suci sepanjang hayat mereka mentah di meja kebanalan. Maka, kita bisa memaklumi jika kitab suci kemudian mengalami degradasi dan disejajarkan dengan Babad Tanah Jawi.

Keyakinan seperti itu artinya sama dengan menodai akal paling sehat. Apabila diucapkan oleh seorang yang tak terdidik secara akademis, mungkin kita masih bisa menerimanya. Cerita menjadi berbeda manakala yang mengatakan hal itu adalah seorang yang mengaku “filosof.” Al-Qur’an yang menjadi kitab suci umat Islam, misalnya, tidak sama sekali mengandung imajinasi yang terbit dari fiksi. Allah telah menjadikan kitab ini sebagai pamungkas dari tiga kitab sebelumnya: Zabur, Taurat (Torah), dan Injil.

Keyakinan seperti itu artinya sama dengan menodai akal paling sehat. Apabila diucapkan oleh seorang yang tak terdidik secara akademis, mungkin kita masih bisa menerimanya. Cerita menjadi berbeda manakala yang mengatakan hal itu adalah seorang yang mengaku “filosof.” Al-Qur’an yang menjadi kitab suci umat Islam, misalnya, tidak sama sekali mengandung imajinasi yang terbit dari fiksi. Allah telah menjadikan kitab ini sebagai pamungkas dari tiga kitab sebelumnya: Zabur, Taurat (Torah), dan Injil.

Babad Tanah Jawi hanya menyimpan misteri kebenaran terkait sejarah. Maklum bila kini yang tersisa adalah unsur fiktifnya saja. Fakta yang ada, terkubur dalam teks. Jelas berbeda dengan Al-Qur’an yang setidaknya telah melintasi satu milenium lebih kehidupan manusia. Baik mereka yang ateisme dan agnostik, pun yang theis dan gnostik, semua mendapat porsi berpikir yang sama rata ketika mau merenung.

Pasalnya adalah, Al-Qur’an mengandung mutiara indah kebenaran yang terbuka lebar untuk diuji coba dengan akal. Fakultas paling puncak yang dimiliki manusia inilah yang lantas melahirkan sebuah kesadaran berkeimanan dan berkeyakinan, bahwa tuhan adalah Sumber Utama segala di alam raya.

Fiction dalam bahasa Arab diartikan khiyālun. Kata tersebut dalam bahasa Indonesia dimaknai tidak faktual, tidak nyata. Fictive dalam bahasa Arab diartikan dengan takhīliyun atau khayāliyun, yang bermakna tidak nyata sebagai kata sifat.

Dalam kalangan bangsa Arab kiwari, karya fiksi menujuk pada karangan Naguib Mahfouz, Nawal el-Sadawi. Pada masa Dinasti Abbasiyah, kita kenal sebuah novel filsafat karya Ibn Ṭufayl, Ḥayy ibnu Yaqẓan. Nah, apakah dalam Al-Qur’an ada unsur fiksi?

SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.
Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT, setelah nabi MUHAMMAD SAW kurang diterima berdakwah di makkah, beliau berhijrah ke madinah atas petunjuk ALLOH SWT untuk melanjutkan penyebaran agama islam. Nah berikut ini adalah  Perspektif Revisionis Mengenai Hijrah Nabi.

Perspektif Revisionis Mengenai Hijrah Nabi

Signifikansi hijrah Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Mekkah menuju Madinah telah banyak dibahas dalam berbagai forum, terutama menjelang tanggal 1 Muharram. Peristiwa hijrah menandai keberhasilan dakwah Nabi menyebarkan agama Islam dan membangun komunitas (negara) Muslim pertama di Madinah. Tak berlebihan jika kaum Muslim menyepakati hijrah Nabi sebagai awal kalender Islam, tahun Hijriyah.

Tulisan ini tidak bermaksud mengulang-ulang apa yang sudah menjadi pengetahuan umum. Saya ingin mendiskusikan pandangan yang tidak umum, tidak konvensional, dan tidak ortodoks yang diajukan oleh sarjana revisionis.

Istilah “revisionis” diambil dari kata “revisi” dan memang dimaksudkan untuk merevisi pandangan yang sudah diterima luas. Kesarjanaan revisionis bisa dimaknai sebagai perspektif yang non-konvensional dan non-ortodoks yang mempersoalkan narasi awal kemunculan Islam dan biografi Nabi yang digambarkan dalam sumber-sumber Muslim.

Ada tiga alasan kenapa sumber-sumber Muslim dipertanyakan. Pertama, kitab-kitab sejarah Islam ditulis belakangan dan tidak memenuhi standar kritik historis; kedua, mengandung banyak kontradiksi; dan, ketiga, lebih merefleksikan apa yang terjadi belakangan ketika kitab-kitab tersebut ditulis.
Crone dan Hijrah

Sikap paling radikal terhadap sumber-sumber Muslim dikembangkan oleh Patricia Crone dan Michael Cook dalam karya mereka, Hagarism: The Making of the Islamic World (1977). Dua sarjana revisionis yang sama-sama tinggal di Princeton, AS, itu bereksperimen bagaimana potret kemunculan Islam bila kita mengabaikan sama sekali tradisi Muslim dan, sebaliknya, menggunakan sumber-sumber yang ditulis non-Muslim. Mereka menyadari sumber-sumber non-Muslim juga bermasalah, tapi, minimal, ditulis lebih awal dan dekat dengan peristiwa yang direkamnya.

Maka, mereka mencoba merekonstruksi sejarah Islam dari sumber-sumber non-Muslim dan hasilnya cukup mengejutkan: Islam tidak lahir di Mekkah dan Madinah. Dan hijrah juga bukan terjadi dari Mekkah menuju Madinah sebagaimana digambarkan sumber-sumber Muslim.

Jika Anda merasa pusing dengan kesimpulan mereka, jangan lanjutkan baca tulisan ini. Crone dan Cook sendiri memberikan peringatan di pengantar bukunya. “This is a book,” tulis mereka, “written by infidels for infidels.”

Ringkasnya, hijrah itu dilakukan oleh sekelompok Yahudi messiah (mengimani kedatangan al-Masih) yang bermaksud menguasai Yerusalem. Baru belakangan pada abad ke-7 mereka mulai menanggalkan semangat messiah itu dan mengimani kitab suci tertentu, mengaku punya Nabi dan kota suci sendiri. Kenyataan bahwa al-Qur’an mengakui Yesus (Isa) sebagai al-Masih tapi menolak ajaran Trinitas dapat dilacak dari watak awal keyakinan mereka: Yahudi messiah.

Ringkasnya, hijrah itu dilakukan oleh sekelompok Yahudi messiah (mengimani kedatangan al-Masih) yang bermaksud menguasai Yerusalem. Baru belakangan pada abad ke-7 mereka mulai menanggalkan semangat messiah itu dan mengimani kitab suci tertentu, mengaku punya Nabi dan kota suci sendiri. Kenyataan bahwa al-Qur’an mengakui Yesus (Isa) sebagai al-Masih tapi menolak ajaran Trinitas dapat dilacak dari watak awal keyakinan mereka: Yahudi messiah.

Sumber-sumber non-Muslim tidak menyebut para muhajirun (orang yang berhijrah) dengan nama “Muslim”. Dalam papyrus berbahasa Yunani tahun 642, hanya sepuluh tahun setelah Nabi wafat, mereka yang berhijrah disebut “Magaritai”, sementara dalam sumber Suriah-Aramaik dikenal dengan “Mahgre” atau “Mahgraye”. Istilah-istilah tersebut bermakna sama dengan “Muhajirun”.

Poin penting lain dalam sumber-sumber non-Muslim tersebut ialah “mahgraye” merupakan istilah yang disematkan kepada keturunan Ibrahim dari Hajar. Artinya, keturunan Ismail yang terlibat dalam eksodus ke Palestina. Dari berbagai deskripsi tersebut, Crone dan Cook sampai pada kesimpulan berikut:

The Mahgraye may thus be seen as Hagarene participants in a hijra to the Promised Land [Jerusalem], and in this pun lies the earliest identity of the faith which was in the fullness of time to become Islam.

Dalam artikelnya, The First-Century Concept of Higra (1994), Crone menelisik pergeseran makna semantik hijrah dalam sumber-sumber Muslim sendiri. Namun, sebelum mendiskusikan argumen sejarawan di Institute for Advanced Study di Princeton lebih lanjut, ada baiknya disebutkan pandangan sarjana-sarjana lain yang menjadi interlocutor-nya.

Hijrah dari Mekkah ke Madinah?

Sejarawan Barat dari abad ke-19 seperti Julius Wellhausen hingga abad ke-20 seperti Wilfred Madelung dan abad ke-21 seperti Uri Rubin cenderung menerima gambaran hijrah sebagaimana disebutkan dalam tradisi Islam. Fred Donner dari Universitas Chicago mencap para sejarawan Barat tersebut sebagai “failed to behave as historians” (gagal bersikap sebagai sejarawan) karena tidak mempersoalkan sumber-sumber mereka.

Barangkali ustadz saya di Chicago itu berlebihan. Sebab, problem validitas sumber-sumber Muslim sudah dipersoalkan oleh banyak sarjana kritis, dan mencapai puncaknya dalam kesarjanaan John Wansbrough di Inggris. Sarjana terakhir ini kerap disebut “nabinya” kaum revisionis.

Hanya saja, Wansbrough cs. cuma bisa mengeluh bahwa sumber-sumber Muslim tidak cukup reliabel secara historis, bahkan tidak lulus tes sejarah yang paling dasar sekalipun karena ditulis relatif belakangan. Adalah Patricia Crone yang berani mengambil risiko mencampakkan sumber-sumber Muslim tersebut dalam upayanya merekonstruksi sejarah Islam.

Crone bahkan mempersoalkan cara baca sarjana-sarjana Barat, seperti Wellhausen, Madelung, dan lainnya yang tidak jeli melihat adanya perubahan makna semantik hijrah. Makna klasik hijrah, seperti dipahami oleh sarjana-sarjana tersebut, ialah migrasi dari Mekkah menuju Madinah, dan hanya belakangan hijrah dipahami sebagai migrasi dari Madinah ke kota-kota lain yang ditaklukkan pasca wafatnya Nabi.

Sebanyak 56 riwayat tentang hijrah diteliti oleh sejawaran Islam awal yang wafat 11 Juli 2015 itu. Crone menjungkir-balikkan kesimpulan sarjana-sarjana sebelumnya. Awalnya hijrah dipahami sebagai migrasi ke suatu wilayah tertentu (hijrah terbuka), dan baru kemudian dikhususkan pada perpindahan ke Madinah (hijrah tertutup/khusus).

Pendapat ini didasarkan pada riwayat-riwayat tentang hijrah yang dianalisis secara kronologis. Riwayat yang awal cenderung menyiratkan hijrah terbuka. Riwayat pertama yang didaftar oleh Crone ialah hadist Nabi yang dicatat oleh Ahmad bin Hanbal: “Kalian akan berhijrah ke Suriah dan akan menaklukkannya.” Juga perbincangan Abu Dzarr bersama Nabi yang menggambarkan Suriah sebagai “ardh al-hijrah” (tanah hijrah).

Kelemahan argumen Crone terletak pada pilihan riwayat-riwayat yang dilakukan secara selektif. Sebab, sangat mudah mengajukan riwayat-riwayat lain yang mendukung hijrah tertutup/khusus ke Madinah sebagai makna klasik hijrah.

Di situlah letak persoalannya. Riwayat-riwayat tentang hijrah dalam sumber-sumber Muslim tampak inkonsisten sehingga sulit untuk merekonstruksi secara presisi “konsep hijrah pada abad pertama Islam”. Namun demikian, argumen Crone sebenarnya sejalan dengan ide hijrah dalam al-Qur’an. Kitab Suci kaum Muslim tidak pernah mengkhususkan hijrah dari Mekkah menuju Madinah, bahkan nama kota “Yatsrib” atau “Madinah” saja tidak muncul dalam al-Qur’an.

Lebih menarik lagi ialah kenyataan bahwa al-Qur’an kerap mengaitkan hijrah dengan peperangan. Dalam surat al-Baqarah, misalnya, disebutkan “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah” (Qs.2:218; 8:72, 74-75; 16:110; 22:58). Sejumlah sahabat Nabi juga memaknai hijrah sebagai perpindahan ke kota-kota garnisun. Usman bin Affan, misalnya, berkata “min ahl al-madinah mimman aqama wa-lam yakun yuhajir ila al-iraq” (sebagian orang Madinah menetap dan tidak berhijrah ke Irak).

Jika hijrah dikaitkan dengan kota-kota garnisun, apakah tidak mungkin hijrah awal sebenarnya dilakukan ke Yerusalem, salah satu kota garnisun, sebagaimana digagas sejarawan revisionis Patricia Crone? Di zaman Nabi, minimal bagi orang-orang Mekkah, Yatsrib yang di kemudian hari disebut “Madinah” (Madinah al-nabi) bukanlah kota garnisun.

SEMOGA BERMANFA'AT DAN DAPAT MENAMBAH WAWASAN KITA

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.
Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT tahukah anda bahwa Isra' Mi'raj merupakan momen paling bersejarah dan sangat luar biasa dalam islam,dan taukah anda bahwa ada sebuah pesan untuk kita ummat Nabi MUHAMMAD SAW.Untuk itu cari dengan menyimak pembahasan dibawah.

Mari kita simak penjelasn dari KH.Sholeh Basmalah Pengasuh Pesantren Darussalam Jatibarang Brebes.


Manfa'at Bagi Hidup Di Balik Peristiwa Isra' Mi'raj
Brebes, 
Pengasuh Pesantren Darussalam Jatibarang Brebes KH Syeh Sholeh Basalamah menjelaskan, segudang hikmah ada dalam peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Namun inti dari semua hikmah adalah Isra' Mi'raj membawa kita kepada penataan hidup, hidup yang tertata, tentu jadi indah.

Demikian disampaikan Syeh Sholeh Basalamah saat ngaji di depan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Brebes, di Pendopo Bupati Brebes, Jumat (13/4).

Syeh Sholeh menerangkan, gedung yang besar dengan perabotan yang lengkap tetapi berantakan tidak elok dipandang mata bila dibandingkan dengan rumah kecil namun tertata rapi maka akan indah.

Dikatakan, cikal bakal peristiwa Isra' Mi'raj terjadi pada tahun ke 13 kenabian Rasulullah ketika tantangan dakwah Rasulullah tidak ringan karena pendampingnya paman Abu Tholib dan istrinya Siti Khadijah. Kehendak Allah SWT tersebut, dilakukan agar Nabi bisa menata diri tidak hanya bergantung kepada paman atau istrinya, tetapi bergantunglah langsung pada Allah SWT.

“Manusia jangan mengadu pada manusia,” tandas Syeh Sholeh yang juga a'wan PCNU Brebes.

Saat itu, lanjutnya, Nabi mengadu kepada Allah SWT tentang tiga hal penting yakni Nabi mengalami kelemahan agar kuat, menemui kebuntuan butuh solusi dan dirinya terasa terhina agar mulia.

Dalam peristiwa Isra' Mi'raj, Nabi diperlihatkan Surga dengan kekaguman sebagai manusia pada umumnya. 

Bila ingin ke surga, pertama harus berjuang. Surga diperuntukkan bagi hamba-hambanya yang berjuang membela Islam. Bahwasanya, setiap zaman ada perjuangan dengan cara yang berbeda ketika zaman Rasulullah yang harus mengangkat pedang melawan kaum kafir. 

“Yang mau berjuang, pastilah ditunggu bidadari di surga,” terangnya.

Perjuangan sekarang, kata Syeh Sholeh, adalah perjuangan usaha memperkuat iman. Sebab, iman manusia bisa tambah bisa kurang, bisa kuat, bisa lemah.

Ibarat sebuah kendaraan, iman fungsinya sebagai gas dan rem dalam mengendalikan roda kehidupan. Dengan keimanan yang kuat seseorang bisa mencapai kesuksesan, menjadikan makmur. 

“Bekerja seharusnya dilandasi keimanan jangan karena gaji, bila ingin memperjuangkan negara otomatis kita akan mendapatkan rejeki halal dan berlimpah,” ungkapnya. 

Dikatakan, untuk mendaftarkan diri ke surga harus rajin-rajin menuntut ilmu. Ibadah Shalat, Puasa, Haji, bukan jaminan menjadi tiket masuk surga kalau tidak berilmu. Semua bisa menggiring ke surga bila didasari ilmu. 

“Namun jangan beranggapan, ngapain shalat puasa dan haji kalau akhirnya tidak masuk surga,” ungkit Syeh Sholeh.

Perintah menuntut ilmu, dalam Al-Qur'an mencapai 114 ayat. Setanpun akan tertawa ketika manusia melaksanakan shalat tetapi tidak berilmu shalat. Orang yang menempuh perjalanan menuju ke pengajian cari ilmu, akan dimudahkan pula jalan menuju surga.

Jangan yang penting sholat, karena untuk memperkuat kehidupan juga ada kapsul yang ampuh yakni shalat. Dengan shalat yang didasari dengan ilmu, maka akan kuat pendirian, kuat ekonomi, kuat iman islam, seluruh sisi kehidupan kita akan kuat bila tidak tinggalkan sholat.


SEMOGA BERMANFA'AT

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!

WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.

Bismillah Alhamdulillah 

Allohummasholli'alamuhammadwa'alaalisayyidina Muhammad 

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

 Sahabat yang dimuliakan ALLOH SWT Pada kesempatan 119 kita akan belajar tentang seorang 'Ulama' dan sebuah pendapat kaum muda.
Mari kita simak cerita-cerita  berikut.

Seorang Ulama' Selalu Menghargai Pendapat Kaum Muda

Alkisah, seorang ulama terkemuka bernama Syekh Man’usy al-Maghribi dalam sebuah forum melontarkan penolakan terhadap pendapat Imam asy-Syafi’i yang mengatakan:

إِذَا دَخَلَ شَرْطٌ عَلَى شَرْطٍ، فَلَا يُوْجَبُ الْحُكْمَ إِلَّا بِتَقْدِيْمِ الْمُؤَخَّرِ

Artinya: “Jika satu syarat masuk ke dalam syarat yang lain maka tidak akan ada konsekuensi hukum, kecuali mendahulukan syarat terakhir.”


Dalam kitab Maraqil ‘Ubudiyah karya Syekh Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin Arabi al-Jawi al-Bantani dicontohkan, jika seseorang berkata pada istrinya dengan ucapan berikut: Bila engkau masuk rumah ini maka aku akan menalakmu. Bagi Imam asy-Syafi’i, hukum talak tidak terjadi kecuali bila wanita (istri) itu masuk ke dalam rumah. Syekh Man’usy pun menyampaikan kepada semua ulama dari empat mazhab yang hadir bahwa pendapat Imam asy-Syafi’i itu tidak ditemukan dalilnya dalam ungkapan bangsa Arab.


Ada ulama yang bernama Syekh Hamdan membantah pendapat Syekh Man’usy tersebut. Seketika, ulama yang lain pun mencemoohkannya. Syeikh Hamdan yang usianya paling muda di antara yang lain menguatkan pendapat Imam asy-Syafi’i. Menurutnya, apa yang dikatakan Imam asy-Syafi’i itu benar adanya.


Tapi Syekh Man’usy memberikan kesempatan Syeikh Hamdan untuk memberikan pendapat. Syekh Man’usy pun berkata, “Antara kita dan kebenaran tidak ada permusuhan, walaupun kebenaran itu datang dari seorang yang masih remaja. Sedangkan di antara kekhususan kami adalah menerima kebenaran dari mana pun datangnya. Tidak terkecuali dari seorang pemuda.”


Kemudian Syekh Man’usy menoleh kepada Hamdan seraya berkata, “Katakanlah, apa pendapatmu?” Lalu Syekh Hamdan menjawab, “Bagaimana pendapatmu tentang perkataan seorang penyair dalam struktur al-bahr al-basith ini?”


إِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا بِنَا إِنْ يُّذْعَرُوْا يَجِدُوْا >< مِنَّا مَعَاقِدَ عِزَ زَانَهَا كَرُمَ

Artinya: “Jika mereka takut lalu meminta bantuan kepada kami, niscaya mereka akan mendapatkannya. Tempat-tempat kemuliaan yang dihiasi kemurahan hati.”

Menurut Syekh Hamdan, syair di atas menunjukkan bahwa pertolongan itu dibutuhkan setelah adanya rasa takut. Dan bukan sebelum adanya rasa takut. Adapun yang dikatakan Imam asy-Syafi’i itu benar karena dibuktikan dengan pernyataan fasih bangsa Arab. Mendengar pendapat itu, Syekh Man’usy pun tersenyum. Ia lantas berkata: “Benar yang kau katakan, wahai anakku,” lalu ia mendoakannya.

Ulama adalah pewaris para nabi. Maka, ulama mesti mencerminkan akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah. Memuliakan orang tanpa melihat usia, suku, ras, dan agama. Seorang ulama juga mesti membuka diri (inklusif). Ia harus menyadari bahwa pendapat yang dipegang bisa juga keliru.


Kisah ini memuat pelajaran tentang kebijaksanaan ulama sepuh dalam menyikapi perbedaan pendapat orang lain. Ia terbuka menerima kebenaran dari mana saja dan dari siapa saja. Tak terbatas pada perbedaan usia maupun mazhab. Apalagi hanya berbeda organisasi. Usianya yang lebih tua tidak membuatnya lantas merasa paling benar. Begitu juga ulama yang usianya lebih muda harus juga tahu diri. Artinya tetap mengedepankan akhlak yang mulia dalam menyampaikan ketidaksetujuannya atas satu pendapat.(Sohiby)

SEMOGA BERMANFA'AT

Jangan lupa jika menurut anda bermanfa'at dan anda suka LIKE FOLLOW DAN SHARE!!!



WASSALAMU'ALAIKUM WR.WB.